Seminar Lingkungan Hidup

MEMBANGUN HABIT MERAWAT BUMI.


Politeknik ATMI Surakarta, sebagai politeknik terbaik di Indonesia, tidak hanya membekali dosen dan mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan teknik dan softskills, tetapi juga dengan pengetahuan-pengetahuan lain yang berkaitan dengan kehidupan manusia secara utuh..

Pada hari Jumat, 14 Februari 2020, Politeknik ATAMI Surakarta mengadakan SEMINAR LINGKUNGAN HIDUP, yang dihadiri oleh perwakilan karyawan dari PT ATMI, PT ADE, PT IGI, Bisdec, PT AKE, para dosen dan istruktur, mahasiswa, dan perwakilan dari Kepala Sekolah, Guru dan Osis SMK Mikhael Surakarta. Pilihan untuk mengadakan SEMINAR LINGKUNGAN HIDUP ini sejalan dengan kriteria dari pilihan karya Jesuit Provinsi Indonesia. Politeknik ATMI Surakarta dan SMK Mikhael sebagai KOLESE MIKHAEL merupakan salah satu dari karya Jesuit Provinsi Indonesia. Oleh karena itu semua kebijakan dalam tata kelola kolese harus sejalan dengan kebijakan Jesuit Provinsi Indonesia.


Dalam pilihan terhadap karya, Jesuit Provinsi Indonesia membuat Universal Apostolic Preferences (UAP). UAP merupakan penunjuk arah atau orientasi dan menjadi inspirasi bagi karya-karya Jesuit di Indonesia.emo enim ipsam voluptatem quia voluptas sit aspernatur aut odit aut fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunt. Neque porro quisquam est, qui dolorem ipsum quia dolor sit amet, consectetur.

EMPAT POIN PENTING UNIVERSAL APOSTOLIC PREFERENCES

1. Menunjukkan jalan menuju Allah

  • Tekanannya pada “menunjukkan jalan menuju Allah”. Inilah tugas kita.
  • Latihan Rohani (LR) dan diskresi adalah cara yang kita kenal akrab, berasal dari kekayaan kerohanian kita.
  • Mencari bentuk-bentuk kreatif menawarkan LR.
  • Melakukan diskresi dan percakapan rohani dalam berbagai konteks.
  • Sekularisme menawarkan kesempatan baru untuk mencari Allah.

2. Berjalan bersama orang miskin

  • Seperti Yesus, bersama orang miskin secara fisik dan emosional. Melihat dunia dari kacamata mereka.
  • Bersama mereka mengusahakan keadilan dan perubahan struktur sosial, ekonomi, dan politik. Keadilan sosial dan perubahan struktural sebagai dimensi penting dalam karya rekonsiliasi.
  • Memperkuat demokrasi politik untuk melawan neoliberalisme, fundamentalisme dan populisme.
  • Keadilan ke dalam seperti berlaku adil bagi korban dan pelaku kejahatan seksual di dalam Gereja. Membangun budaya hormat dan melindungi orang-orang rentan.

3. Menemani orang muda

  • Kaum muda (dan orang miskin) sebagai locus theologicus: melalui orang muda dan situasi yang mereka hadapi, Gereja membaca gerak Roh.
  • Kaum muda adalah wajah perubahan yang sedang terjadi dalam masyarakat dan Gereja: transformasi antropologis yang digerakkan oleh budaya digital.
  • Membuka atau menciptakan ruang dalam Gereja dan Serikat bagi diskresi agar kaum muda bisa tumbuh.

4. Merawat rumah bumi

  • Membangun “model hidup manusiawi yang berdamai dengan ciptaan”
  • Melakukan analisis, penyelidikan, dan diskresi sampai pada keputusan-keputusan untuk menyembuhkan ibu bumi.
  • Perhatian khusus pada ekosistem yang rapuh di Amazonia, Kongo, India dan Indonesia
  • Pertobatan ekologis: efek dari perjumpaan dengan Kristus hendaknya tampak dalam relasi kita dengan dunia di sekitar kita, mulai dengan mengubah gaya hidup.

Dalam sambutannya Rm. T. Agus Sriyono SJ menegaskan bahwa Kolese Mikhael secara serius ingin menjadikan Empat Poin UAP ini sebagai sesuatu yang bisa diterapkan di Kolese Mikhael Surakarta. Untuk memujudkan poin ke empat UAP: MERAWAT RUMAH BUMI, maka Seminar Lingkungan Hidup yang dilaksanakan pada Jumat 14 Februari ini sebagai wujud keseriusan Kolese MIkhael dalam mewujudkan impian menjadi pelopor dalam kegiatan Merawat Rumah Bumi. Panitia Seminar menyadari bahwa sampah menjadi masalah yang tidak pernah selesai di Indonesia. Fenomena itu terjadi pula di Kota Surakarta. Kolese Mikhael yang secara geografis berada di kota Solo, mau ikut ambil bagian dalam pengelolaan sampah, sebagai wujud dari kecintaan pada bumi, milik generasi mendatang.

Seminar Lingkungan Hidup ini mengundang Narasumber Ibu Denok Marty Astuti – 40, praktisi lingkungan hidup di Kota Surakarta. Berkat kinerja dan kiprahnya, Ibu Denok diusulkan oleh Pemkot Surakata meraih penghargaan Kalpataru. Ibu Denok mengajak peserta seminar untuk mengelola sampah mulai dari hal kecil disekitar kita. Untuk pengelolaan sampah, butuh keteladanan dan contoh. Orang lain tidak akan melakukan kalau belum ada contoh yang dianggap berhasil. Bank sampah menjadi salah satu contoh bahwa sampahpun bisa menjadi emas. Banyak hal yang bisa dikreasikan sampah, misalnya : Sampah sisa organik diolah menjadi kompos, sampah botol plastik dikumpulkan dan ditimbang menjadi uang dan bisa ditabung/ dikonversi menjadi emas.

Dalam paparannya ibu Denok memaparkan tentang volume sampah yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surakarta, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo dari waktu ke waktu terus bertambah. Pada 2015, terdapat 275 ton sampah per hari yang masuk TPA tersebut. Kemudian, rata-rata sampah masuk per hari pada 2016 meningkat menjadi 298 ton. Volume itu kembali naik pada 2017 dengan rata-rata 310 ton sampah per hari.

Diskusi tentang sampah dan lingkungan hidup, tidak perlu menunggu es di kutub utara dan selatan mencair. Politeknik ATMI Surakarta menyadari bahwa pengelolaan sampah tidak perlu disampaikan dalam wacana indah dalam kata, tetapi justru melalui hal yang sederhana dan berasal dari diri kita sendiri. Mengelola sampah berasal dari kebiasaan atau habit kita sehari-hari. Karena itu, dalam Seminar lingkungan hidup kali ini, Politeknik ATMI Surakarta mengangkat tema “Membangun Habit Merawat Bumi”.

Tema ini diangkat dengan dasar arah “Universal Apostolic Preferences” Serikat Yesus dimana konsep membangun dunia dengan cara “model hidup manusiawi yang berdamai dengan ciptaan”. Selain itu, mengajak untuk melakukan analisis, penyelidikan dan diskresi sampai pada keputusan-keputusan untuk menyembuhkan ibu bumi. Dasar tersebut juga mengajarkan bahwa pertobatan ekologis: efek dari perjumpaan dengan Kristus, hendaknya tampak dalam relasi kita dengan dunia di sekitar kita, mulai dengan mengubah gaya hidup.