Surakarta, ATMI Press — Upaya menghidupkan kembali mata kuliah wajib kurikulum (MKWK) di perguruan tinggi vokasi melalui pendekatan Project-Based Learning (PjBL) menjadi sorotan utama dalam workshop yang digelar di Hotel Adhiwangsa, Surakarta, Jumat–Sabtu (29–30/8/2025).
Kegiatan yang diprakarsai Politeknik ATMI ini menghadirkan akademisi dan praktisi pendidikan dari Universitas Surakarta, Jani Kusanti, S.Kom., M.CS., sebagai narasumber. Ia menekankan bahwa PjBL bukan hanya relevan untuk mata kuliah teknik, tetapi juga mampu memberi warna baru bagi MKWK, yang selama ini kerap dianggap teoritis dan kurang diminati mahasiswa.
“Dengan PjBL, mahasiswa tidak sekadar menerima teori, tetapi diajak terlibat dalam proyek nyata yang berangkat dari persoalan sosial, industri, atau lingkungan,” ujar Jani dalam pemaparannya.
Hari pertama workshop membahas fondasi konseptual PjBL dan kaitannya dengan kebijakan pendidikan tinggi vokasi. Regulasi seperti Permendikbudristek No. 53/2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dan Perpres No. 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi menjadi pijakan penerapannya.
Konsep tersebut kemudian diturunkan dalam studi kasus implementasi di Politeknik ATMI. Mahasiswa, misalnya, merancang Eco-Innovation Project untuk membuat robot angin dari bahan bekas yang bisa menghasilkan listrik sederhana, hingga menyusun media digital keberagaman melalui mural dan majalah dinding. Proyek-proyek ini dipresentasikan tidak hanya kepada dosen, tetapi juga sekolah mitra dan masyarakat.
Sistem penilaian pun dirancang sejalan dengan Outcome-Based Education (OBE). Penekanan tidak semata pada hasil akhir, melainkan juga pada proses, kerja sama tim, dan refleksi mahasiswa.
Diskusi interaktif pada sesi tanya jawab mengemuka soal tantangan terbesar penerapan PjBL. Para dosen menyoroti keterbatasan waktu, kesiapan pengajar sebagai fasilitator, serta kebutuhan dukungan dari sekolah mitra.
Namun, peserta juga melihat peluang besar. “MKWK bisa menjadi lebih kontekstual dan bermakna bila dikaitkan dengan isu sosial, seperti literasi digital media edukasi toleransi,” ungkap salah satu peserta diskusi.
Pada hari kedua, peserta diajak menyusun rancangan model PjBL yang sesuai dengan karakter mata kuliah masing-masing. Melalui forum kelompok, dosen dan mahasiswa merancang proyek yang mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila, kebinekaan, dan keberlanjutan lingkungan.
Hasil rancangan menunjukkan variasi ide, mulai dari kampanye literasi digital, gerakan sadar lingkungan di kampus, hingga konten kreatif berbasis bahasa. Semua gagasan diarahkan agar mampu menjawab kebutuhan nyata masyarakat sekaligus mengasah keterampilan mahasiswa.
Workshop ditutup dengan seruan agar dosen segera mengadaptasi PjBL dalam perkuliahan. Ketua UPA-MKWK Politeknik ATMI Surakarta, St. Agus Wijayanto, menyampaikan bahwa langkah berikutnya adalah memperkuat jejaring dengan industri, komunitas, dan lembaga pemerintah agar implementasi PjBL dapat berjalan berkelanjutan.
“Lulusan vokasi dituntut menjadi pribadi unggul, humanis, dan adaptif. Itu hanya bisa dicapai bila pembelajaran diarahkan pada kegiatan kontekstual dan kolaboratif,” ujar Agus menegaskan.
Workshop dua hari ini menegaskan bahwa reformasi pembelajaran di pendidikan vokasi tak bisa ditunda. PjBL memberi jalan baru untuk menjadikan MKWK lebih hidup, aplikatif, sekaligus relevan dengan tantangan zaman.